Satu hal yang aku pelajari saat masa ujian transfer masuk univ tahun ini ialah "ego yang tidak sehat bisa berakibat buruk ke diri sendiri".
Kebanyakan pelajar asing di sini memilih untuk transfer ke univ setelah lulus dari kosen. Dan untuk itu, mereka harus memilih, apakah mencoba lewat jalur ujian tulis atau jalur rekomendasi. Di saat inilah, ego kita akan di uji, mau lewat jalur mana:
- Ujian tulis dengan pilihan yang lebih banyak serta bisa daftar lebih dari 1 univ. Tapi pilihan ini butuh usaha yang lebih besar.
- Jalur Rekomendasi yang lebih gampang dan kemungkinan lulus yang lebih tinggi. Tapi surat rekomendasi ini hanya boleh daftar ke 1 tempat dan apabila lulus dan tidak diambil, akan ada konsekuensi tersendiri.
Karena beberapa pelajar asing di kosen ini merupakan penerima beasiswa, tentu saja banyak dari kami yang dibutakan oleh ego kami yang besar. "Kenapa harus pilih yang aman, kalau dulu saja bisa lulus ujian beasiswa ini? toh nilaiku di kelas tidak buruk-buruk amat, bisalah yahhh...". Konsekuensi seperti capek, jam main yang berkurang, stress belajar sendiri dan tidak lulus jadi diremehkan karena idealisme kami yang tinggi.
Selama di kosen, aku banyak belajar soal penelitian yang berhubungan dengan robot di kelas bahasa jepang. Dan karena masalah Jepang itu banyak berasal dari populasi yang berkurang, mereka banyak menggunakan robot, termasuk di bidang kesehatan. Dengan banyaknya penelitian robot di dunia kesehatan yang aku pelajari, jadi alasan kenapa awalnya aku tertarik dengan robot medis. Tetapi, saat kelas bahasa Jepang sudah hampir habis, guruku mengenalkan penelitian robot android yang membuat aku jadi berpikir ulang tentang "robot".
Penelitian robot-robot di atas ini sangat menarik dan sayang untuk tidak dipelajari, namun terdapat 1 masalah, mereka berada di fakultas yang berbeda dengan fakultasku di kosen, dan untuk masuk ke sana, ada mata ujian kejuruan yang tidak aku pelajari sama sekali di kosen. Hal ini tentu saja akan menjadi hambatan sehingga awalnya aku pada akhirnya mengurungkan niat untuk mendaftar ke tempat tersebut. Tentu saja rasa "ketertarikan" ini tidak bisa dipendam begitu saja, sehingga sehari sebelum golden week, aku memutuskan untuk berkonsultasi dengan guruku, yang berakhir dengan aku putuskan untuk mencoba daftar di sana. Sekali lagi, ego-ku menang, dan mau tidak mau aku harus belajar lebih lagi, lagian "apa itu liburan golden week?".
Setiap orang menangani perasaan kecewa ini dengan cara yang berbeda beda. Dan tiap orang butuh waktu yang berbeda juga untuk bisa ikhlas menerima hasil yang tidak enak ini. Setelah merasakan beberapa kali penolakan, aku pun masih belum bisa ikhlas dengan beberapa penolakan yang aku dapatkan. Jadi, teruntuk diri ini di masa depan dan kalian yang nanti berakhir dengan hasil yang tidak enak,
"Tidak apa-apa untuk merasa kecewa dengan hasil yang mengecewakan, tapi jangan lupa, waktu terus berjalan. Jadi ambil waktu yang cukup yang kalian perlukan untuk bersedih, tapi jangan lupa untuk tetap jalan ke depan"
Pertanyaan yang muncul, apakah peserta yang mengambil jalur rekomendasi aman dari perasaan kecewa ini?. Tentu tidak. Ada beberapa teman kelasku yang masuk 10 besar kelas, namun harus berakhir kecewa, bahkan di univ yang sering dijadikan cadangan sama banyak peserta. Jadi yah, kemungkinan gagal di jalur rekomendasi ini pun tetap ada. Tidak jarang peserta ujian jalur ini berharap tinggi dengan hasil jalur rekomendasi, sehingga mereka tidak lagi belajar setelah ujian jalur rekomendasi mereka berakhir. Dan saat hasilnya tidak sesuai ekspektasi, banyak dari mereka yang sudah terlambat untuk mulai belajar kembali atau yang paling buruk, mereka gagal untuk memulihkan diri mereka dan menyerah.